Antara Balado dan Baladah
Carpet Time. Selesai menjelaskan konsep
20 menit berlalu, Saya dan bu Yuni telah memberikan konsep tentang sifat wajib bagi rasul beserta ilustrasi cerita bagi masing-masing sifat. Selesai kegiatan menghapal bersama, semua siswa sekarang mengerumuni saya sambil mengangkat tangannya untuk diberikan kesempatan menghapal terlebih dahulu dari teman-temannya. Setali tiga uang saya melihat bu Yuni juga sedang dikerumuni anak-anak yang akan menghapal. Satu persatu mereka menghapal dari yang lancar hingga yang terbata-bata. Bintang -salah seorang siswa – yang menghapal kepada saya kembali ke bangkunya dengan langkah yang mantap penuh kebanggaan karena telah menyelesaikan tugas menghapalnya dengan lancar. Penunjukkan selanjutnya saya mempersilahkan Endra untuk maju menghapal, sedikit keraguan tampak jelas di wajahnya. Saya menganggukKan kepala, mengekspresikan bahasa tubuh saya untuk memotivasinya menghapal. “Ayo Endra !”, tegas saya memanggilnya. Beranjak perlahan dari kursinya Endra mulai menghapal. ” Alhamdulilah”, bathin saya bersyukur atas inisiatifnya. ” Siddhiq (jujur) . sifat mustahilnya Kizib (pendusta), Amanah( dipercaya )… sifat mustahilnya Khianat, (ingkar). Tabligh (Penyampai kebenaran) sifat mustahilnya Kitman, (menutupi kebenaran) hmmm … Fathonah (cerdas, pandai) … Fathonah, sifat mustahilnya …”. Endra bergumam cukup lama, dalam hati saya yakin Endra lupa. ” Satu lagi bu.aku lupa.”, akunya terus terang kepada saya. Sambil terus merajuk, Endra meminta saya memberitahukan jawabannya.
Carpet Time. Selesai menjelaskan konsep
20 menit berlalu, Saya dan bu Yuni telah memberikan konsep tentang sifat wajib bagi rasul beserta ilustrasi cerita bagi masing-masing sifat. Selesai kegiatan menghapal bersama, semua siswa sekarang mengerumuni saya sambil mengangkat tangannya untuk diberikan kesempatan menghapal terlebih dahulu dari teman-temannya. Setali tiga uang saya melihat bu Yuni juga sedang dikerumuni anak-anak yang akan menghapal. Satu persatu mereka menghapal dari yang lancar hingga yang terbata-bata. Bintang -salah seorang siswa – yang menghapal kepada saya kembali ke bangkunya dengan langkah yang mantap penuh kebanggaan karena telah menyelesaikan tugas menghapalnya dengan lancar. Penunjukkan selanjutnya saya mempersilahkan Endra untuk maju menghapal, sedikit keraguan tampak jelas di wajahnya. Saya menganggukKan kepala, mengekspresikan bahasa tubuh saya untuk memotivasinya menghapal. “Ayo Endra !”, tegas saya memanggilnya. Beranjak perlahan dari kursinya Endra mulai menghapal. ” Alhamdulilah”, bathin saya bersyukur atas inisiatifnya. ” Siddhiq (jujur) . sifat mustahilnya Kizib (pendusta), Amanah( dipercaya )… sifat mustahilnya Khianat, (ingkar). Tabligh (Penyampai kebenaran) sifat mustahilnya Kitman, (menutupi kebenaran) hmmm … Fathonah (cerdas, pandai) … Fathonah, sifat mustahilnya …”. Endra bergumam cukup lama, dalam hati saya yakin Endra lupa. ” Satu lagi bu.aku lupa.”, akunya terus terang kepada saya. Sambil terus merajuk, Endra meminta saya memberitahukan jawabannya.
” Please bu Yayah … cluenya saja, huruf depannya saja bu ..”, rengeknya kembali. Sementara itu teman-temannya yang sudah tidak sabar menunggu giliran menghapal mencoba memberitahukan jawabannya. “Apa ayo mustahilnya Fathonah .?”, saya kembali bertanya sambil mencoba memberikan kesempatan kepadanya untuk mengingat-ingat. Tiba-tiba meski perlahan tapi masih sempat saya dengar Emir berujar, ” Itu Balado Ndra … Balado yang pedas!”. ” Apa yang pedas Mir?”, tanya saya kepada Emir. Sambil bertanya saya mencoba memahami omongannya. Tersenyum simpul Emir menjawab, ” Balado ..bu Yayah, kan seperti Baladah..”, urainya menjelaskan. Saya spontan tersenyum. Iya juga sih.pelapalannya hampir sama, saya membatin.
Table Activity. Siswa mengerjakan tugas
Sementara Bu Yuni mengisi buku komunikasi antara guru dan orang tua, saya mulai mengawasi pekerjaan siswa satu persatu. Mereka mengawali pekerjaannya dengan menggunting nama-nama sifat wajib dan mustahil bagi rasul dan kemudian dipasangkan dengan arti bahasa Indonesianya. Berpindah dari meja Rizki dengan teman-temannya, saya mendekati meja ke empat yang ditempati Bintang, Arif dan Aldo. Sambil mendekat saya mendengar Bintang berujar kepada Arif, ” Yah .. Sudah engga apa-apa, aku berarti Kitman ( berbohong) !”, jawabnya agak ketus kepada Arif. ” Ada apa Bintang ? .. kok mengerjakan tugasnya sambil mengobrol ? nanti tidak selesai!”, tegur saya mengingatkan. ” Bu .. aku kan kemarin dapat oleh-oleh dari Aldo waktu dia pulang liburan dari Bali trus … Arif mau tau hadiahnya kaya apa ..aku engga kasih tau bu ..jadi aku bilang aku tuh Kitman, kan engga dosa yah bu..?”, urai Bintang panjang lebar. Cukup tersenyum saya menganggukkan kepala sambil memintanya kembali melanjutkan pekerjaan.
Carpet Time. Evaluasi dan Penutup
Beberapa siswa sudah kembali duduk di atas karpet. Mereka sudah menyelesaikan tugas mengenai sifat wajib dan mustahil bagi rasul secara definitif dan mengelaborasi contoh-contoh sifat tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sambil menunggu siswa yang belum menyelesaikan pekerjaannya, saya meminta siswa yang sudah menyelesaikan tugas untuk kembali merapihkan semua alat tulis yang berserakan di meja. Selesai merapihkan meja, sambil duduk di atas karpet Alfin berujar kepada saya, “Bu Yayah, Emir tuh kalo snack time makannya selalu berantakan, trus selalu diingetin sama Pak Koko, tapi dia ulangi terus bu ..jadi Emir tuh engga Amanah yah Bu .?”, lapornya kepadaku.
Sebagai seorang guru mendapatkan celetukan polos anak-anak yang notebene murid saya, memang memaksa saya untuk terus belajar mengukur wawasan pengetahuan saya dengan wawasan pengetahuan yang dapat anak didik saya terima sesuai perkembangan usia mereka. Sesungguhnya ingin saya katakan celetukan polos dan kritis mereka menyadarkan saya untuk selalu berhati-hati mengolah dan menyampaikan kata-kata dalam pengajaran materi agama yang memang tidak sedikit menggunakan istilah berbahasa Arab. Sehingga pengajaran agama beserta istilah-istilah berbahasa Arabnya yang saya sampaikan dapat lebih membumi, lebih familiar di telinga mereka dan lebih memudahkan mereka mengaplikasikan dalam realitas keseharian.
Sejujurnya apapun namanya bagi pendekatan pengajaran agama yang saya lakukan, satu pengharapan yang ingin saya tawarkan kepada mereka bahwa selalu ada nilai keagamaan dalam tiap gerak laku hidup yang mereka lakoni sepanjang siang dan malam hari. Pengharapan saya ini mungkin lebih beranjak pada keinginan pribadi saya yang tidak ingin terjebak pada model pendekatan pengajaran yang -konservatif – verbalistik – yang meski sudah mengalami banyak perubahan dalam tataran praksis pengajaran agama kita tetapi dibeberapa sekolah tampak masih mempraktekkan pola pendekatan pengajaran tersebut. Dalam pandangan saya sesungguhnya implikasi dari pendekatan pengajaran verbalistik-konservatif ini hanya akan membentuk pribadi siswa yang matang secara intelektual ( kognitif ) tetapi terjebak dalam kebuntuan daya kreatifitas dan nalar kritis atas fenomena kenyataan hidup yang terkait dengan nilai-nilai ajaran agamanya.
Mensikapi fenomena di atas, sebagai orang dewasa ( guru ) yang bertugas menyampaikan pengetahuan dan pengajaran kepada mereka sudah selayaknya kita memberikan ruang bagi anak didik untuk mengkritisi apa yang diterimanya, membantunya melewati tangga pemahaman yang diterimanya sesuai perkembangan wawasan dan usia mereka. Sebagai catatan, pada tataran ini memang diperlukan sikap arif dan bijaksana guru untuk tidak dengan mudah memberikan pelabelan dosa dan haram atas nalar kritis yang keluar dari kepolosan pertanyaan kanak-kanak. Karena sesungguhnya kita sadari atau tidak, dari kepolosan celoteh mereka terkadang kita yang mengklaim diri sebagai “orang dewasa” dipaksa belajar untuk dapat menjadi lebih bijaksana dan bersikap konsisten atas butir-butir kebenaran yang kita ajarkan setiap hari. Wallahu a’lam bi Ash-shawwaab,
Post a Comment