Pendidikan Swasta Dan Demokrasi

Pada suatu hari ketika saya menjabat sebagai Ketua Majelis Pendidikan Katolik Keuskupan Agung Semarang, Jawa Tengah, saya didatangi oleh pejabat Litbank P dan K Jateng. Yang bersangkutan menanyakan tentang visi, misi dan kebijakan pengelolaan sekolah katolik. Mendengar permintaan itu saya balik bertanya:”Lho bapak khan pejabat pendidikan pemerintah, mengapa bertanya kepada kami, yang swasta?”. Bapak tersebut menjawab:”Lho pendidikan atau persekolahan swasta khan lebih dulu ada daripada sekolah yang diselenggarakan pemerintah, c.q. pemerintah Indonesia”. Mendengar jawaban itu, dalam hati saya mengakui: benar juga, memang sekolah swasta ada lebih dulu dari sekolah pemerintah, entah itu yang diselenggarakan oleh umat Katolik, Kristen, Islam, Budha atau Hindu atau “swasta” pada umumnya alias masyarakat.


Maka yang menjadi pertanyaan refleksif adalah mengapa ‘swasta’ menyelenggarakan persekolahan. Sejauh saya mencoba mencermati dan meneliti berbagai sumber, tujuan utama adalah untuk mencerdaskan anak bangsa. Kecerdasan ini menjadi penting dan mutlak agar orang/anak yang bersangkutan dapat tumbuh dan berkembang, dapat menerima kebenaran-kebenaran dan keutamaan-keutamaan hidup yang menyelamatkan, yang menjiwai ‘kelompok swasta’ yang bersangkutan, entah kelompok agama atau sadar pendidikan. Bukankah masing-masing agama memiliki misi untuk menyampaikan keselamatan atau kesejahteraan hidup bagi siapapun, tanpa pandang bulu. Harus diakui tawaran-tawaran tersebut merupakan hal baru, yang tidak begitu mudah untuk dicerna dan hanya mereka yang cerdas akan dengan mudah mencerna serta menghayatinya dengan benar. Di situlah pentingnya pendidikan atau persekolahan.

Dari sisi visi atau misi katolik, perkenankan kami mensharingkan atau berbagi rasa. Kami, orang katolik atau kristen, ingin mengikuti Yesus, Penyelamat Dunia. Dunia harus selamat itulah misi kita, maka di mana ada dunia belum selamat disitu kami merasa dipanggil untuk berkarya. Kebodohan merupakan kendala untuk selamat atau sejahtera. Dan saya yakin visi misi ini merupakan visi umum. Itulah yang menjadi visi misi pada awal abad 20 dimana para pastor dan umat katolik mendirikan sekolah-sekolah, jauh sebelum NKRI berdiri. Dan saya yakin pada awal abad yang sama umat Islam dan yang lain juga mendirikan menyelenggarakan pendidikan yang sama. Produk dari penyelenggaraan pendidikan tersebut kemudian menjadi ‘bapa-bapa bangsa’ yang cerdas dan beriman.

Harus diakui bahwa penyelenggaran pendidikan pada masal awal itu tidak terlalu banyak aturan yang mengikat alias demokratis. Jiwa demokratis ini sesuai dengan visi pendidikan katolik yaitu “kebebasan dan cintakasih” sebagaimana telah saya coba uraikan sebelumnya. Dalam suasana kebebasan dan cintakasih tidak banyak aturan. Sejauh saya cermati dari waktu ke waktu pemerintah memiliki kecenderungan mau mengatur semuanya. Apakah hal ini tidak bertentangan dengan prinsip ‘kebebasan dan cintakasih’. Sekali lagi saya katakan di sini “manusia/anak diadakan, dilahirkan, dibesarkan/dididik” oleh orangtuanya dalam dan oleh kasih serta kebebasan. Dalam suasana itu pula penyelenggaran pendidikan yang baik perlu diusahakan. Orangtua adalah pendidikan pertama dan utama bagi anak-anaknya, maka proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah perlu ada, bahkan mutlak ada, kerjasama dengan orangtua. Jika para orangtua tidak mampu baru minta bantuan masyakarat umum, dan baru kemudian dari pemerintah . Itulah kisah perjalanan pendidikan swasta, yang telah sukses melahirkan “bapa-bapa bangsa” yang cerdas dan beriman.

Maka hormati dan hargai penyelenggaraan pendidikan swasta, jangan terlalu banyak diatur.
08:51

Post a Comment

[facebook]

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget